Kamis, 23 Maret 2017







JUAL E-BOOK
JUDUL : SIRI & PESSE
HARGA ; Rp. 30.000.
YANG BERMINAT HUB. WIRASANDI RISANI
NO.HP 085103481919
NO.REK. 1520014105130 BANK MANDIRI
AN. WIRASANDI






KATA PENGANTAR.
Siri’ dan  Pesse  yang merupakan judul buku  ini adalah sebuah  bentuk  aqidah tersendiri dari hasil narasi,  yang     telah membudaya dalam kehidupan pada  diri manusia Bugis Makassar, dan telah berlangsung lama. “Siri dan “Pesse” didalamnya   terkandung  berbagai unsur dan nilai seperti,  “Moral, etika, harga  diri, kehormatan, kemuliaan, hukum,  etos kerja,  kejuangan, motivasi dan inovasi.  Yang merupakan   sebuah prinsip hidup yang berlaku,  dalam seluruh sendi sendi kehidupan baik bersifat individual maupun secara collectif. Dan telah berlaku dalam masyarakat Bugis Makassar, sejak  beberapa abad  yang lalu hingga abad ke XVIII.  Sebab menurut   pengamatan  penulis, bahwa sesudah abad XVIII  nilai nilai  Siri dan “ Pesse  sudah  mengalami kontaminasi dan akulturasi  oleh budaya  barat   ketika tanah Bugis Makassar dijajah  oleh bangsa Belanda.
Hal ini juga sejalan dengan penuturan Prof.Dr.Mr. Andi Zainal Abidin Farid.SH yang mengatakan bahwa,  Suatu saat kami diundang  oleh seorang wanita ahli anthropologi  Bugis Makassar  Dr.Shelly Errington berbangsaan  Amerika. Dalam pertemuan  tersebut hadir hampir seluruh pakar tokoh budaya Bugis Makassar,  kemudian ia mengatakan     bahwa “Saya datang ke Sulawesi selatan  untuk melihat langsung manusia Bugis Makassar, namun setelah saya tiba disini, saya sangat kecewa, karena manusia Bugis  yang saya bayangkan dan saya kenal  dalam buku    ternyata  manusia Bugis Makassar itu ,  sudah tidak ada lagi, yang ada tinggal hanya namanya saja”.   Shelly Errington ,menyatakan hal tersebut  ketika ia datang untuk melakukan riset tentang Siri’ na Pesse di  tanah Bugis  tahun 1977 menyimpulkan bahwa   : “Melakukan kekerasan terhadap orang lain hanya karena alasan politik atau ekonomi dianggap hina dalam masyarakat Bugis. “Siri bukanlah kekasaran, melainkan  sportifitas  yang juga perlu ditunjukkan dengan perasaan halus dan berbudi ke sesama manusia (Pesse)”.
Siri” dan “ Pesse  yang merupakan  pegangan hidup falsafah hidup  manusia Bugis Makassar ,  juga  menuntut setiap orang Bugis Makassar  untuk menjadikan “Siri” sebagai jiwanya. Karena jiwa “Siri” inilah yang menyebabkan orang Bugis Makassar  patuh dan taat terhadap :

a.      Ade’, (Hukum) 
b.      Pangadereng, (Peradaban), dan
c.       Ampi kale ( Selalu menjaga diri dari sifat  etika dan moral) .

Oleh karena itu  prinsip “Siri dan “Pesse  sejatinya  wajib  tetap  dipelihara dan dirawat guna mencegah  orang  untuk  tidak akan melanggar  Ade’(Hukum), Pangadereng, (Peradaban)   dan Ampi kale (menjaga Etika dan moral). 

Menurut    Prof.DR.Mr. Andi Zaenal Abidin Farid.SH. bahwa “Siri  dan “Peess  bagi orang Bugis Makassar hampir sama dengan semangat “Bushido”  dan “Maiyo” dalam budaya Jepang. Ungkapan diatas menunjukkan betapa “Siri dan “ Pesse  merupakan lokomotif dari kehidupan orang  Bugis  Makassar, dan merupakan modus dari kehidupannya, menjadi sumber inspirasi untuk mengembangkan potensi kreatifitas atau daya cipta manusia. Dan “Siri juga dapat merupakan  kekuatan untuk memperkuat daya juang seorang manusia Bugis,  dalam menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupannya.   Karena itu  budaya  Siri  dan “Pesse  bagi orang Bugis Makassar  merupakan  etos yang dapat di sejajarkan  dengan etos  budaya Jepang  yaitu semangat  Bushido  dan “Maiyo” sebagaimana yang dikatakan :,”Resopa natinulu temmangingngi, malomo naletei pammase dewata Artinya  : Hanya dengan kerja keras dan kerajinan yang tak kenal lelah akan mendapatkan rachmat dari tuhan yang maha esa.
:” Pada hakikatnya  prinsip Siri dan “ Pesse  dimana setiap manusia Bugis Makassar  dituntut untuk selalu menegakkan harga diri dan kehormatan baik bagi dirinya, keluarganya, serta  bangsanya. “Siri” dan “Pesse” tidak hanya menyangkut dialektika tapi juga diwujudkan dalam tindakan,   secara umum.
Kehormatan dan kemuliaan yang menjadi tafsir umum “Siri dan “Pesse” tak hanya sekadar menyangkut pada  kehormatan diri setiap  pribadi .    namun juga pada saat yang sama “Pesse  atau rasa empati juga perlu dimanifestasikan untuk  menjaga kehormatan  orang lain ataupun anggota masyarakat lainnya. Penghargaan  untuk memuliakan terhadap sesama manusia,  dalam  tatalaku “Pesse”, atau rasa empati akan nasib sepenghidupan masyarakat sekitarnya. SiridanPesse, adalah ibarat sebuah konstruksi  bangunan lahir dan bathin  dalam tubuh manusia  Bugis Makassar.   

BAB I
MAKNA “SIRI  DALAM BERBAGAI PANDANGAN
Menurut  Dr. Shelly Erringtong  dalam ceramahnya di Universitas Hasanuddin pada tahun 1977 memaknai “Siri, dimana ia mengatakan “
“Untuk orang Bugis Makassar tidak ada tujuan atau alasan hidup yang paling tinggi nilainya daripada menjaga Sirinya dan kalau merasa dipermalukan (Ripakasiri) atau (Nipakasiri), mereka lebih memilih mati dalam sebuah pertarungan  dalam menegakkan “Siri”nya (Menegakkan harga dirinya), daripada hidup tanpa “Siri
Menurut  Prof.Dr. Y.Leonard. Andaya  sejarahwan yang pandai berbahasa Bugis dan membaca Lontara yang mula menemukan dwi-konsep yaitu Siri” na “Pesse (Siri dan Pacce)     yang lebih  luas pandangannya,   menyatakan  :
“ Istilah “Siri” berisi makna yang nampaknya saling bertentangan yaitu : penghargaan diri dan rasa hormat pada orang lain (Self respect)  Suatu situasi (maksudnya situasi penodaan “Siri’ ) terjadi apabila seorang individu merasa bahwa kedudukannya atau prestise sosialnya didalam masyarakat atau rasa harga dirinya dinodai oleh seseorang, yang telah dituduh melakukan sesuatu yang tercela, secara keliru dan tidak adil, sedang ia tidak pernah melakukannya. Didalam masyarakat ini, rasa keadilan timbul aksi yang serta merta dan sangat keras. Walaupun orang Bugis akan menerima tanpa perlawanan sebuah perlakuan kejam, jika ia memang merasa bersalah. Akan tetapi sebaliknya mereka akan memberikan reaksi keras dan merasa hebat terhadap apa yang dilakukan, karena ia yakin bahwa ia dipihak yang benar. Dan apabila seseorang telah dinodai Sirinya, maka ia oleh masyarakat dituntut untuk mengambil langkah langkah guna memulihkan harkat dan martabat dirinya, sesuai pandangan dan penilaian masyarakat. Masyarakat menghendaki seseorang yang telah dinodai harkat dan martabatnya untuk menindak si pelanggar (Orang yang menodainya) oleh karena menurut masyarakat Bugis bahwa, lebih baik mati dalam mempertahankan dan menegakkan harkat dan martabatnya. “
Menurut Buya  HAMKA (Haji Abdul Malik Karim Amirullah)  (1977.176) menguraikan makna Siri’ dipandang dari segi ajaran Islam sebagai berikut :
Pertama :  Dipandang dari sudut ajaran Islam, maka menjaga “Siri” itu sama artinya dengan menjaga syariat. Menjaga harga diri dipandang dari segi  ilmu Akhlak, adalah suatu kewajiban mulia yang paling tinggi, sehingga ada syair “ Jika engkau tidak pelihara hak dirimu, engkau meringankan dia, orang lainpun akan meringankannya, sebab itu hormatilah dirimu dan jika suatu negeri sempit buat dia , pilih tempat lain yang lebih lapang. Jikalau orang yang memakai Siri’ Islam ini bertemu perbuatan dengan orang lain yang akan merendahkan martabatnya, jadi hina, dia pasti membalas, disinilah pepatah terkenal “Annaar lal aar”  artinya : Lebih baik baku tikam daripada menanggung rasa malu. Tetapi Siri’ yang demikian ini, menurut Islam harus dipelihara dari segala seginya. Meneguhkan iman dan tawakkal kepada Allah, sebab iman dan tawakkal kepada Allah akan menimbulkan  Nur atau cahaya pada diri seorang mu’min, sehingga walaupun tidak bercakap sepatah jua pun, cahaya imannya telah memancar dari matanya, sehingga menimbulkan pengaruh kepada alam yang berada disekelilingnya. Sehingga orang yang tadinya berniat jahat kepada orang yang ber-iman, baru melihat matanya sebentar saja, orang yang berniat jahat itu tidak dapat menantang lama, dan mesti tunduk pada orang yang teguh imannya itu, mempunyai akhlakul kharimah atau budi pekerti yang mulia.
Selanjutnya  dalam  pandangan  Buya  HAMKA  bahwa menurut Imam Ghazali bila  dikaitkan  dengan  Siri yang sejati,  dimaknai sebagai rasa malu  termasuk Iman, tegasnya orang yang tidak bermalu adalah orang yang tidak beriman. Dan sebuah Hadits lain menyatakan : “Apabila engkau tidak merasa malu, maka berbuatlah sesuka hatimu”.
Kedua.  Prof.Dr. HAMKA (loc.cit) “Siri’ itu menimbulkan tawadhu dan sifat terpuji yaitu mahaudah yang terdiri atas :
a.       Sabar artinya, yaitu dapat mengendalikan diri ketika marah
b.      Iffah artinya yaitu dapat menahan hawa nafsu ketika hendak didorongkan.
c.       Sajaah artinya : berani karena benar, yakin dan sanggup mempertahankannya dimana saja.
d.      Adil artinya pertengahan.
Lawan dari Siri’ menurut HAMKA adalah, bodoh, dungu, dzalim, syahwat, dan ghadab. Dzalim adalah meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Sedangkan syahwat berarti rakus, tamak, menerima mau banyak, tapi tak mau memberi. Adapun ghadab berarti dendam, irihati, angkuh, sombong, dengki,dan benci. Orang yang bersifat demikian jika berkuasa akan menindas, tidak memiliki kepedulian, suka menjilat, mengambil muka,kehilangan harga diri, dan kepada orang kuat ia jadi pengecut dan penakut,
Ketiga.  Prof.Dr. HAMKA mengatakan :
Bila Siri ditinjau dari ajaran Islam, adalah se-mata mata akibat kuatnya iman seseorang, sebab orang yang kuat imannya pastilah memiliki akhlak yang tinggi, demikian kesimpulan HAMKA.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar