Minggu, 12 Maret 2017

Kehormatan Seorang Budak Wanita

JUDUL : KEHORMATAN SEORANG BUDAK WANITA.
HARGA ; Rp. 20.000.
YANG BERMINAT HUB. WIRASANDI RISANI
NO.HP 085103481919
NO.REK. 1520014105130 BANK MANDIRI
AN. WIRASANDI.....

SUNTINGAN KISAH
I TENRIPADA DIHUKUM
Hari itu petta Paddanreng mendengar kalau ada wanita budak yang menikam putera Pabbicara. Hal ini menarik perhatiannya karena selama ini belum pernah terjadi seorang budak melawan tuannya, apalagi seorang wanita budak, ini rasanya aneh sekali. Maka sore harinya I Tenripada dipanggil menghadap oleh Paddanreng Majauleng La Tenritau. Setelah I Tenripada datang kemudian ia duduk dibawah, dihadapan Paddanreng Majauleng.
Kemudian Paddanreng bertanya : Siapa namamu .?
I Tenripada “puang”
Paddanreng bertanya : Dimana kau tinggal ?.
I Tenripada: Hamba ikut tinggal ditempat bibi Indo Wellang “puang” yang bekerja diistana puang sebagai pelayan.
Paddanreng meng angguk anggukkan kepalanya, kemudian lanjut bertanya, Mengapa sampai kamu bisa membawa badik, sehingga engkau bisa menikam orang ?.
I Tenripada, Mohon maaf “puang”, membawa badik bila keluar rumah sudah menjadi keharusan bagi hamba untuk berjaga jaga untuk bela diri.
Paddanreng lanjut bertanya : Kenapa dengan membawa Badik bila keluar rumah sebagai sebuah keharusan bagimu, untuk membela diri.
Tenripada menjawab : Mohon maaf puang, hamba ini seorang budak “puang”, yang pastinya mudah mendapat perlakuan yang kurang baik, dari laki laki atau orang orang yang diatas derajat hamba. Maaf puang” Walaupun hamba ini seorang budak, tapi hamba merasa memiliki harga diri dan kehormatan. Harga diri dan kehormatan itulah hanya satu satunya milik hamba melebihi harga nyawaku. Karena itu puang kalau harga diri dan kehormatanku ini akan diambil , tentunya nyawaku yang harus lebih dahulu diambil.
Paddanreng kembali meng-angguk anggukan kepalanya, sambil dalam hatinya berkata, ini wanita, walaupun ia budak tapi dalam mempertahankan harga diri dan kehormatannya, tidak kurang dari dirinya.
Paddanreng bertanya lanjut, : Melihat umurmu masih sangat muda, darimana kamu tahu tentang nilai sebuah harga diri dan kehormatan ?.
I Tenripada menjawab ; Mohon maaf “Puang”, hamba banyak diajarkan oleh bibi hamba “Puang”,
Paddanreng bertanya lagi : Apa saja yang diajarkan bibimu tentang hal harga diri dan kehormatan ?.
I Tenripada menjawab : Mohon maaf puang”. Menurut bibi hamba “Puang” bahwa, kami ini orang Bugis apalagi seorang wanita, adalah sebagai simbol kehormatan apapun statusnya. Untuk itu setiap wanita wajib bagi dirinya untuk memegang teguh prinsip hidup yang dinamakan “Siri”.
Paddanreng terharu sejenak mendengar itu, dan kembali bertanya : Apa yang kamu ketahui tentang “Siri”.
I Tenripada menjawab : Mohon maaf “Puang”. Apa yang disampaikan bibi pada hamba bahwa sesungguhnya “Siri” itu sebenarnya tidak mengenal hamba dan “Puang”, Hanya karena “Puang menjaga “Siri” ku, maka aku menghamba pada “Puang”,. Bilamana “Puang” mencabutnya, maka gugurlah diriku sebagai hamba, dan aku tidak memperdulikan lagi “Puang”. Karena itu hanya dengan menjaga ‘Siri” kita disebut manusia dan hanya “Siri” yang menentukan seseorang manusia atau bukan manusia, sebab itu bagi orang Bugis wajib memegang teguh prinsip ini, sebab “Siri” itu Jiwa taruhannya, Nyawa imbalannya.
Paddanreng kembali termangu dan tidak bisa berkata lagi, namun dalam hatinya berkata, : Anak ini pasti, epertinya bukan turunan budak.
Sementara itu disebuah sudut ruangan itu, nampak sepasang mata seorang pemuda sedang mengintip dan menguping, yang tidak lain adalah putra Paddanreng. Matanya seperti tidak mau berkedip melihat seorang gadis yang begitu cantik, sambil dalam hatinya berkata, saya tidak pernah menyangka kalau ada bunga yang begitu sangat menawan berada dalam lingkungan istanaku. Lanjut dalam hatinya berkata, tapi walaupun ia seorang budak dan saya adalah anak raja, tapi nampaknya tidak mudah untuk mendekatinya. Karena itu untuk mendekatinya butuh kehati hatian.
Selanjutnya Paddanreng berkata, apakah kamu sudah tahu sangsi hukum yang akan kamu dapat nantinya ?.
I Tenripada : Hamba belum tahu puang.
Paddanreng, : Bagaimana perasaanmu bila hukumanmu nantinya berat.
I Tenripada : Mohon maaf “Puang” Kalau memang demikian “puang” Walaupun hamba ini seorang budak, “puang”. Tapi hamba tidak menyesal, karena saya telah berhasil mempertahankan harga diri dan kehormatanku puang.
Paddanreng yang mendengar itu, langsung tertunduk kembali dan termangu mangu.
Sementara itu La Pasampoi putera Paddanreng yang berada dibalik dinding berkata dalam hatinya :
Engkau yang dilahirkan dengan nasib sebagai budak
Wahai tawanan wanita yang terlempar ke dalam kegelapan.
Karena kesalahan kecil yang kau buat karena terpaksa.
Karena kau ingin mempertahankan hak kehormatanmu.
Wahai wanita muda yang malang.
Walaupun Tuhan telah menganugerahkan kecantikan.
Namun engkau tidak bisa merubah takdirmu..
Di tanganmulah nasibmu engkau tentukan.
Mudah mudahan engkau bukan korban.
Dari para martir hukum buatan manusia.
Sebab walaupun aku seorang raja, tapi aku tak kuasa.
Ketika harus berhadapan dengan hukum adat.
Mudah mudahan Kebenaran akan mengoyak tabir airmatamu
Yang menyembunyikan senyumanmu.
Setelah itu I Tenripada disuruh meninggalkan tempat, dan kembali ke biliknya.
Keesokan harinya, diselenggarakanlah pengadilan bagi I Tenripada. Dan Pabbicara La Maddualeng, ayah Sadapotto yang mengadili, perkara penikaman putranya oleh I Tenripada, sebelumnya ia diliputi, kegelisahan mengingat perkara tersebut menyangkut putranya, ia menjadi bingung memutuskan perkara. Namun sebelum memasuki ruang sidang, ia kembali mengambil keputusan bahwa, ia harus mengadili perkara ini dengan se- adil adilnya, demi harga diri dan kehormatannya sebagai hakim. Walaupun perkara ini menyangkut putraku. Apalagi ketentuan dalam hukum adat bahwa “ Hukum tidak mengenal anak atau cucu”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar