Kamis, 23 Maret 2017









JUAL  E-BOOK
JUDUL    ;  LAMADDUKKELLENG 
                    PENDEKAR KEMERDEKAAN
                    KERAJAAN WAJO 
HARGA   : Rp. 30.000.
YANG BERMINAT HUBUNGI WIRASANDI 
NO.HP 085103481919 
NO.REK. 1520014105130 BANK MANDIRI
AN. WIRASANDI



 


EPISODE I

LAMADDUKKELLLENG

MENINGGALKAN NEGERINYA TANAH WAJO

Meninggalkan tanah kelahiran atau tanah air  karena sesuatu tujuan tertentu, mungkin memang harus demikian, tapi Meninggalkan tanah kelahiran atau tanah air  karena  terpaksa oleh suatu keadaan, dan tanpa diketahui kapan bisa kembali,  ataukah masihkah bisa kembali lagi, mungkin saja  itu sesuatu yang  menyedihkan. Tapi bagi orang Bugis yang   senang  merantau, sepertinya  sebuah seni guna memecahkan masalah  hidup yang sedang dihadapinya, apalagi kalau itu menyangkut harkat dan martabat diri, maka itulah pilihan yang terbaik baginya.  
Begitu halnya dengan apa yang dialami oleh La Maddukkelleng, ia terpaksa   meninggalkan kerajaan Wajo, karena adanya tekanan dari  raja kerajaan Bone terhadap raja kerajaan Wajo, agar La Maddukkelleng diextradisi ke kerajaan Bone untuk diadili, akibat  perbuatannya telah membunuh bangsawan Bone dalam sebuah acara sabung Ayam.
Perbuatan La Maddukkelleng berawal dari,   ketika  pada suatu  hari , Raja Bone  bergelar Mangkau’e  ri Bone  bernama La Patau Matanna Tikka mengundang Raja Wajo yang bergelar Arung Matowa, bernama  La Salewangeng to Tenriruwa untuk menghadiri acara pesta   pemasangan Anting (Matteddo) puterinya I Wale di Cenrana. Raja Bone  memilih tempat acara  pesta  Matteddo ini,  bukan di induk kota kerajaan Bone, mengingat lokasi tersebut merupakan tempat yang tidak jauh  dari padang perburuan Rusa, selain itu  Cenrana merupakan tempat  peristirahatan Raja Bone kala ia ingin bersenang senang.
Pada saat  Arung Matowa Wajo La Salewangeng to Tenriruwa, akan berangkat memenuhi undangan  tersebut,  secara kebetulan   La Maddukkelleng  berada di Singkang. Oleh Arung Matowa Wajo La Salewangeng to Tenriruwa melihat La Maddukkelleng ada di istananya,  iapun mengajak  kemenakan itu  agar  ikut turut serta dalam rombongannya, agar kemenakannya itu  bisa mendapat pengalaman.  Karena La Maddukkelleng  masih  anak anak, agar Arung Matowa Wajo La Salewangeng to Tenriruwa  tidak  mau dilihat  melanggar  adat  yang berlaku  dalam tata cara adat Bugis, pada  pertemuan  Raja dengan Raja,  maka  Arung Matowa Wajo La Salewangeng to Tenriruwa memberikan, tugas kepada kemanakannya La Maddukkelleng ,  sebagai pembawa tempat sirih raja.
Sebagaimana  biasanya, dalam setiap pesta raja-raja Bugis-Makassar, selalu diadakanlah lomba Maddengngeng  (berburu  rusa)  dan Mappabitte  (pertandingan sambung ayam). Karena kebiasaan itu, maka beberapa bangsawan Wajo yang ikut serta dalam rombongan, juga membawa peralatan berburu dan beberapa ayam adu milik Arung Matowa Wajo La Salewangeng to Tenriruwa.
Pada saat pesta sabung ayam tersebut sedang berlangsung, La Maddukkelleng  minta isin kepada pamannya  untuk  pergi  lebih mendekat melihat sabung ayam yang sedang berlaga.  Selang  berapa  lama kemudian tibalah  saatnya ayam Mangkau’e ri Bone La Patau Matanna Tikka  melawan ayam Arung Matowa Wajo La Salewangeng to Tenriruwa  ,  dalam  adu  ayam tersebut kebetulan    ayam Arung Matowa Wajo  mengalahkan ayam Mangkau’e ri Bone. Tapi kemenangan itu tidak diakui oleh orang-orang Bone dan mereka berpendapat bahwa tidak ada yang menang dan kalah dalam pertarungan itu. Perbedaan pendapat itulah yang kemudian menyebabkan terjadinya keributan yang berujung pada perkelahian.
La Maddukkelleng yang berada  didekat ditempat itu, juga ikut kena pukulan  padahal  ia baru saja disunat dan lukanya belum sembuh benar,  sehingga ia merasa sakit sekali,   tanpa sadar  ia langsung mencabut  keris Arung Matowa yang dibawanya,  dan langsung mengamuk dalam perkelahian itu   mengakibatkan beberapa jatuh korban di pihak Bone.
Dalam suasana yang tidak menguntungkan itu  terpaksa  Rombongan Arung Matowa Wajo beserta para pengikutnya  berusaha meloloskan diri kembali   ke Wajo melalui Sungai Walennae.  Setelah Arung Matowa Wajo La Salewangeng tiba di Tosora, maka keesokan  harinya  datanglah utusan Raja Bone untuk meminta agar La Maddukkelleng diserahkan ke Raja Bone untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Tapi Arung Matowa Wajo mengatakan bahwa La Maddukkelleng sudah tidak ada di  Wajo. Walaupun utusan itu tidak  percaya pada penjelasan Arung Matowa Wajo mengenai keberadaan La Maddukkelleng,  dengan terpaksa utusan   itu kembali ke Bone dengan tangan hampa
Adapun  setelah  utusan sampai  di Bone, mereka langsung  menemui Mangkau’e ri Bone La Patau Matanna Tikka,  untuk melaporkan apa yang dikatakan Arung Matowa Wajo.
Mangkau’e ri Bone La Patau Matanna Tikka,  setelah mendengar penjelasan  itu  dari utusannya, iapun merasa geram, sehingga timbul niat dalam hatinya untuk segera  menyerang Wajo.  Maka tidak lama kemudian  kerajaan Wajo, dikepung oleh laskar Bone. Raja Wajo La Salewangeng to Tenrirua melihat kerajaannya telah dikepung,  maka iapun  melakukan  berbagai persiapan untuk menghadapi serangan dari laskar Bone.  Namun setelah  penasehat raja Bone melihat keadaan itu, akhirnya  ia memberikan pertimbangan  kepada  raja  bahwa   :  Kalau raja Bone tetap pada pendiriannya  untuk menyerang Wajo,  maka akibatnya  kedua belah pihak akan banyak jatuh korban.  Apalagi  sekarang  kerajaan Wajo  telah pulih kembali dan berhasil membangun  pasukannya,  dan   telah banyak membeli peralatan persenjataan.  Sementara pokok masalahnya adalah hanya satu orang.  Dan penyebabnya  juga karena Raja Bone  sendiri  yang mengundang  mereka datang  menghadiri  pesta  Mattedo.  Raja  Bone kemudian   berpikir, apa yang dikatakan oleh penasehatnya itu benar.    Maka  Mangkau’e ri Bone La Matanna Tikka, terpaksa menarik kembali laskarnya. Sejak saat itu hubungan kerajaan Wajo dengan kerajaan Bone kembali tidak akrab.
Dengan melihat keadaan yang hampir saja terjadi perang antara kerajaan Wajo dan kerajaan Bone, disamping itu,  untuk  menjaga kehormatan pamannya  raja Wajo, agar pamannya   tidak dianggap  pembohong.  Juga  adanya permintaan  raja Bone  agar Lamaddukkelleng  di-ekstradisi  ke Bone untuk diadili, sementara Arung  Matowa mengatakan Lamaddukkelleng sudah tidak ada di tana Wajo, maka  La Maddukkelleng berpikir dan menyadari semua itu, akhirnya  ia  memutuskan untuk meninggalkan Kerajaan Wajo, maka Lamaddukkelleng datang menghadap pada Arung Matowa Wajo, La Salewangeng To Tenrirua dan Dewan Pemerintahan Wajo (Arung Simettempola),untuk    memohon restu.   Agar ia diperkenankan  meninggalkan tana Wajo.   
Kehendak La Maddukkelleng itu disetujui oleh Arung Matowa dan Arung Simettengpola. Bahkan salah seorang Anggota Dewan pemerintah Kerajaan Wajo yaitu La Tenri Wija Daeng Situju, berpesan kepada La Maddukkelleng agar dalam perantauannya, La Maddukkelleng tetap mengingat negeri Wajo.
La Maddukkelleng menjawab : Saya tidak hanya mengingat Wajo, tapi aku akan kembali untuk memerdekakan daerah kerajaan Wajo, yang direbut oleh kerajaan kerajaan lain.
Malam harinya La Maddukkelleng merenung tentang arti perjuangan dan kemerdekaan, sehingga hatinya yang menggelora itu berkata :
Aku kan rebut kembali daerahku  hingga  garis terdepan.
Aku ingin   menggenggam kemenangan di telapak tanganku
Dengan memaknai keadaan dan waktu yang berdetak.
Pada lautan badai  yang ganas dan membahana.
Hingga akhirnya aku  harus mengaku padamu atau tidak.
Sebab kataku  sehabis ini tinggal Tuhan yang memilih
Kepada siapa yang dikehendaki untuk menang.
Kehidupan  ini  memang adalah sebuah pertaruhan  menang atau kalah.
Sehingga  kadang kita  lambangkan dengan siang  dan malam.
Dimana  setiap detiknya adalah pertarungan
Yang menguras tenaga dan pikiran.
Bahkan bisa  mengucurkan darah dan melayangnya sukma.
Mengejar  harapan siang dan malam karena aku ingin membuktikan.
Dan itulah terkadang  membuatku selalu termangu dalam kesendirian.
Engkau yang telah mewakafkan  jiwamu di samudera lepas.
Dengan segenap   suka dan derita dalam fana hidupmu
Sebab apa yang lebih kejam dari pada itu semua?
Jangan katakan engkau bahagia, atau menderita kawan...!!!
Aku tahu.. Kebahagiaan  atau penderitaan  bagimu adalah kebenaran.
Walaupun harus ditebus dengan  air mata,  darah dan nyawa.
Sebab; katamu, sesudah ini kita tak kan ingat apa apa lagi.

Kebenaran  tak pernah  menyimpan apa-apa kecuali warisan kemerdekaan.
Kebenaran tak memberikan apa pun, kecuali kemerdekaan untuk dirinya. 







Tidak ada komentar:

Posting Komentar