JUAL E-BOOK
JUDUL ; LAMADDUKKELLENG
PENDEKAR KEMERDEKAAN
KERAJAAN WAJO
HARGA : Rp. 30.000.
YANG BERMINAT HUBUNGI WIRASANDI
NO.HP 085103481919
NO.REK. 1520014105130 BANK MANDIRI
AN. WIRASANDI
EPISODE I
LAMADDUKKELLLENG
MENINGGALKAN
NEGERINYA TANAH WAJO
Meninggalkan tanah kelahiran atau tanah air karena sesuatu tujuan tertentu, mungkin
memang harus demikian, tapi Meninggalkan tanah kelahiran atau tanah air karena terpaksa oleh suatu keadaan, dan tanpa
diketahui kapan bisa kembali, ataukah
masihkah bisa kembali lagi, mungkin saja itu sesuatu yang menyedihkan. Tapi bagi orang Bugis yang senang
merantau, sepertinya sebuah seni
guna memecahkan masalah hidup yang
sedang dihadapinya, apalagi kalau itu menyangkut harkat dan martabat diri, maka
itulah pilihan yang terbaik baginya.
Begitu halnya dengan apa yang dialami oleh La
Maddukkelleng, ia terpaksa meninggalkan kerajaan Wajo, karena adanya
tekanan dari raja kerajaan Bone terhadap
raja kerajaan Wajo, agar La Maddukkelleng diextradisi ke kerajaan Bone untuk
diadili, akibat perbuatannya telah
membunuh bangsawan Bone dalam sebuah acara sabung Ayam.
Perbuatan La Maddukkelleng berawal dari, ketika
pada suatu hari , Raja Bone bergelar Mangkau’e ri Bone
bernama La Patau Matanna Tikka mengundang Raja Wajo yang bergelar Arung
Matowa, bernama La Salewangeng to
Tenriruwa untuk menghadiri acara pesta
pemasangan Anting (Matteddo) puterinya I Wale di Cenrana. Raja Bone memilih tempat acara pesta
Matteddo ini, bukan di induk kota
kerajaan Bone, mengingat lokasi tersebut merupakan tempat yang tidak jauh dari padang perburuan Rusa, selain itu Cenrana merupakan tempat peristirahatan Raja Bone kala ia ingin
bersenang senang.
Pada saat Arung
Matowa Wajo La Salewangeng to Tenriruwa, akan berangkat memenuhi undangan tersebut,
secara kebetulan La
Maddukkelleng berada di Singkang. Oleh
Arung Matowa Wajo La Salewangeng to Tenriruwa melihat La Maddukkelleng ada di
istananya, iapun mengajak kemenakan itu
agar ikut turut serta dalam
rombongannya, agar kemenakannya itu bisa
mendapat pengalaman. Karena La
Maddukkelleng masih anak anak, agar Arung Matowa Wajo La
Salewangeng to Tenriruwa tidak mau dilihat
melanggar adat yang berlaku
dalam tata cara adat Bugis, pada
pertemuan Raja dengan Raja, maka
Arung Matowa Wajo La Salewangeng to Tenriruwa memberikan, tugas kepada
kemanakannya La Maddukkelleng , sebagai
pembawa tempat sirih raja.
Sebagaimana
biasanya, dalam setiap pesta raja-raja Bugis-Makassar, selalu
diadakanlah lomba Maddengngeng
(berburu rusa) dan Mappabitte (pertandingan sambung ayam). Karena kebiasaan
itu, maka beberapa bangsawan Wajo yang ikut serta dalam rombongan, juga membawa
peralatan berburu dan beberapa ayam adu milik Arung Matowa Wajo La Salewangeng
to Tenriruwa.
Pada saat pesta sabung ayam tersebut sedang
berlangsung, La Maddukkelleng minta isin
kepada pamannya untuk pergi
lebih mendekat melihat sabung ayam yang sedang berlaga. Selang
berapa lama kemudian tibalah saatnya ayam Mangkau’e ri Bone La Patau
Matanna Tikka melawan ayam Arung Matowa
Wajo La Salewangeng to Tenriruwa , dalam adu ayam tersebut kebetulan ayam Arung Matowa Wajo mengalahkan ayam Mangkau’e ri Bone. Tapi
kemenangan itu tidak diakui oleh orang-orang Bone dan mereka berpendapat bahwa
tidak ada yang menang dan kalah dalam pertarungan itu. Perbedaan pendapat
itulah yang kemudian menyebabkan terjadinya keributan yang berujung pada
perkelahian.
La Maddukkelleng yang berada didekat ditempat itu, juga ikut kena
pukulan padahal ia baru saja disunat dan lukanya belum sembuh
benar, sehingga ia merasa sakit
sekali, tanpa sadar ia langsung mencabut keris Arung Matowa yang dibawanya, dan langsung mengamuk dalam perkelahian
itu mengakibatkan beberapa jatuh korban
di pihak Bone.
Dalam suasana yang tidak menguntungkan itu terpaksa
Rombongan Arung Matowa Wajo beserta para pengikutnya berusaha meloloskan diri kembali ke Wajo melalui Sungai Walennae. Setelah Arung Matowa Wajo La Salewangeng tiba
di Tosora, maka keesokan harinya datanglah utusan Raja Bone untuk meminta agar
La Maddukkelleng diserahkan ke Raja Bone untuk mempertanggungjawabkan
perbuatannya. Tapi Arung Matowa Wajo mengatakan bahwa La Maddukkelleng sudah
tidak ada di Wajo. Walaupun utusan itu
tidak percaya pada penjelasan Arung
Matowa Wajo mengenai keberadaan La Maddukkelleng, dengan terpaksa utusan itu kembali ke Bone dengan tangan hampa
Adapun
setelah utusan
sampai di Bone, mereka langsung menemui Mangkau’e ri Bone La Patau Matanna
Tikka, untuk melaporkan apa yang
dikatakan Arung Matowa Wajo.
Mangkau’e ri Bone La Patau Matanna Tikka, setelah mendengar penjelasan itu
dari utusannya, iapun merasa geram, sehingga timbul niat dalam hatinya
untuk segera menyerang Wajo. Maka tidak lama kemudian kerajaan Wajo, dikepung oleh laskar Bone.
Raja Wajo La Salewangeng to Tenrirua melihat kerajaannya telah dikepung, maka iapun
melakukan berbagai persiapan
untuk menghadapi serangan dari laskar Bone.
Namun setelah penasehat raja Bone
melihat keadaan itu, akhirnya ia
memberikan pertimbangan kepada raja
bahwa : Kalau raja Bone tetap pada pendiriannya untuk menyerang Wajo, maka akibatnya kedua belah pihak akan banyak jatuh
korban. Apalagi sekarang
kerajaan Wajo telah pulih kembali
dan berhasil membangun pasukannya, dan
telah banyak membeli peralatan persenjataan. Sementara pokok masalahnya adalah hanya satu
orang. Dan penyebabnya juga karena Raja Bone sendiri
yang mengundang mereka
datang menghadiri pesta
Mattedo. Raja Bone kemudian berpikir, apa yang dikatakan oleh
penasehatnya itu benar. Maka Mangkau’e ri Bone La Matanna Tikka, terpaksa
menarik kembali laskarnya. Sejak saat itu hubungan kerajaan Wajo dengan
kerajaan Bone kembali tidak akrab.
Dengan melihat keadaan yang hampir saja terjadi perang
antara kerajaan Wajo dan kerajaan Bone, disamping itu, untuk
menjaga kehormatan pamannya raja
Wajo, agar pamannya tidak dianggap pembohong.
Juga adanya permintaan raja Bone
agar Lamaddukkelleng
di-ekstradisi ke Bone untuk
diadili, sementara Arung Matowa
mengatakan Lamaddukkelleng sudah tidak ada di tana Wajo, maka La Maddukkelleng berpikir dan menyadari semua
itu, akhirnya ia memutuskan untuk meninggalkan Kerajaan Wajo,
maka Lamaddukkelleng datang menghadap pada Arung Matowa Wajo, La Salewangeng To
Tenrirua dan Dewan Pemerintahan Wajo (Arung Simettempola),untuk memohon restu. Agar ia diperkenankan meninggalkan tana Wajo.
Kehendak La Maddukkelleng itu disetujui oleh Arung
Matowa dan Arung Simettengpola. Bahkan salah seorang Anggota Dewan pemerintah
Kerajaan Wajo yaitu La Tenri Wija Daeng Situju, berpesan kepada La
Maddukkelleng agar dalam perantauannya, La Maddukkelleng tetap mengingat negeri
Wajo.
La Maddukkelleng menjawab : Saya tidak hanya mengingat
Wajo, tapi aku akan kembali untuk memerdekakan daerah kerajaan Wajo, yang
direbut oleh kerajaan kerajaan lain.
Malam harinya La Maddukkelleng merenung tentang arti
perjuangan dan kemerdekaan, sehingga hatinya yang menggelora itu berkata :
Aku kan rebut kembali
daerahku hingga garis terdepan.
Aku ingin menggenggam kemenangan di telapak tanganku
Dengan memaknai keadaan
dan waktu yang berdetak.
Pada lautan badai yang ganas dan membahana.
Hingga akhirnya
aku harus mengaku padamu atau tidak.
Sebab kataku sehabis ini tinggal Tuhan yang memilih
Kepada siapa yang
dikehendaki untuk menang.
Kehidupan ini
memang adalah sebuah pertaruhan
menang atau kalah.
Sehingga kadang kita
lambangkan dengan siang dan
malam.
Dimana setiap detiknya adalah pertarungan
Yang menguras tenaga
dan pikiran.
Bahkan bisa mengucurkan darah dan melayangnya sukma.
Mengejar harapan siang dan malam karena aku ingin
membuktikan.
Dan itulah
terkadang membuatku selalu termangu
dalam kesendirian.
Engkau yang telah
mewakafkan jiwamu di samudera lepas.
Dengan segenap suka dan derita dalam fana hidupmu
Sebab apa yang lebih
kejam dari pada itu semua?
Jangan katakan engkau
bahagia, atau menderita kawan...!!!
Aku tahu..
Kebahagiaan atau penderitaan bagimu adalah kebenaran.
Walaupun harus ditebus
dengan air mata, darah dan nyawa.
Sebab; katamu, sesudah
ini kita tak kan ingat apa apa lagi.
Kebenaran tak pernah menyimpan apa-apa kecuali warisan
kemerdekaan.
Kebenaran tak memberikan apa pun, kecuali kemerdekaan untuk dirinya.
Kebenaran tak memberikan apa pun, kecuali kemerdekaan untuk dirinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar